Hai, selamat datang di blog ku ! Aku sangat senang menulis. Dan aku menulis segala sesuatu yang aku senangi. Inilah kisah hidup ku, pemikiran ku, mimpi ku dan ilmu yang ingin ku bagi .. Semoga bermanfaat bagi teman-teman semua dan dapat menambah pengetahuan, Happy Reading !

Rabu, 01 Mei 2013

Weekend Analisis Sosial Asrama Trenggono Jadi Peternak Kambing ? Siapa takut !!!!


With money you can buy a book not knowledge..
Ya, dengan uang kita dapat membeli segala sesuatu yang kita butuhkan. Tapi ingat, uang bukanlah segalanya. Saat weekend asrama mengenai analisis sosial, aku belajar banyak hal yang tidak dapat ditemukan di dalam buku.

Akhirnya sabtu pun tiba, dan kami berangkat ke Jatiningsih desa tempat weekend kami dilaksanakan. Setelah sampai disana, kami langsung mengikuti sesi perkenalan dengan para Frater yang akan mendampingi kami. Aku lupa nama asli mereka siapa. Yang aku ingat, mereka selalu kami panggil dengan Fr.Hendra, Fr.Jet-Li dan Fr.Pak Sugeng, frater-frater ini berasal dari seminari Anging Mamiri. Ada sejarah dibalik penamaan itu, tetapi sepertinya tak perlu aku jelaskan disini. Kami juga berziarah ke gua maria dan mendapat materi mengenai Definisi Analisis Sosial.

Di malam hari pemahaman kami dan pandangan kami terhadap masyarakat sekitar serta kepedulian kami terhadap sesama di segarkan kembali di sesi kedua. Kami kembali melihat betapa bobroknya moral generasi muda jaman sekarang, betapa rusaknya lingkungan sekitar serta betapa memprihatinkan bangsa ini yang dijajah oleh investor dari luar. SDM yang melimpah tanpa kualitas di jadikan buruh yang dapat dibayar dengan upah rendah. Dan SDA yang tumpah ruah di keruk, dan di olah oleh perusahaan-perusahaan asing menjadi benda dengan merk bergengsi dengan label buatan negara mereka masing-masing.

Disisi lain, banyak orang-orang kecil yang berusaha menafkahi kehidupan mereka dengan berbagai cara, seperti bertani, berternak, membuka kios kecil-kecilan dan juga menenun. Sedangkan kami, yang pada umumnya terlahir ditengah keluarga yang berkecukupan tidak paham betul mengenai arti sebuah perjuangan dalam hidup.

Keesokan harinya, adalah waktu yang paling kami tunggu. Kami terjun langsung melihat kehidupan masyarakat di desa itu dan berusaha turut mengalami dan merasakan susahnya banting tulang demi sesuap nasi.

Aku sendiri terkejut, saat mengetahui bahwa aku dan kelompokku akan di tempatkan di keluarga yang hidup dari berternak kambing. Tertarik, takut, kaget, tapi senang mulai kami rasakan. Jujur, aku belum pernah sekalipun berada di dekat kambing. Sejauh ini, aku melihat kambing di pinggir jalan saat lewat dijalan tersebut. Sepengetahuan ku, kambing itu bau. Tapi aku coba untuk dapat menikmati kegiatan ini. Teman-teman yang lain, ada di tempatkan dikeluarga petani, pengrajin bambu, pengrajin tikar, penenun, pembuat benang, dll.

Kami pun menuju ke keluarga yang disana kami akan berdinamika. Setelah berkenalan dengan bapak dan ibu di keluarga tersebut, kami pun di ajak bapak ke kandang kambingnya dengan berjalan kaki. Jaraknya sekitar 300 meter dari rumah keluarga tersebut.
Dan akhirnya, aku bertemu dengan enam ekor kambing Kampung.

Ya ampuuuuun, bau nya gak nahan !!

 aku melihat raut wajah teman-teman ku yang lain. Mereka semua menahan bau sampai dahi mereka berkerut. Aku ingin tertawa, tapi pekerjaan menanti. Kami membantu bapak untuk membersihkan kandang kambing tersebut. Menyapu sisa-sisa makanan yang jatuh di bawah kandang yang telah bercampur dengan kotorannya yang sangat banyak. Dengan kotoran kambing itu ternyata dapat dijadikan pupuk kompos. Tidak lupa kami mencari dedaunan yang dapat dijadikan makanan kambing di kebun belakang kandang tersebut. Kami pun asyik mencampu-campur kotoran kambing dan mengisinya kedalam karung besar agar bapak dapat menjualnya nanti. Peluh pun berjatuhan dari dahi kami, tetapi kami lupa akan bau kambing-kambing tersebut. Aku pun bertanya kepada bapak, berapa harga pupuk ini sekarung, dan bapak menjawabnya,
“lima ribu rupiah perkarung nak..”
Aku terhenyak mendengar jawaban bapak. Lima ribu rupiah sekarung ? kami berlima mengisinya sampai keringatan begini apalagi kalau bapak sendiri yang melakukannya. Dan sekarung hanya di hargai lima ribu rupian ???

“segitu aja udah bersyukur banget nak..”

kata bapaknya lagi. Ya Tuhan, aku malu. Kadang aku lupa bersyukur, untuk berkat Tuhan yang melimpah. Aku tak perlu bekerja seperti ini, semua sudah disediakan orang tuaku.

Lain cerita kelompokku lain pula cerita dari kelompok lain. Ada yang ditempatkan dikios yang menjual benda-benda rohani. Ibu pemilik kios tersebut bercerita kalo dia membuka kios tersebut udah hampir sepuluh tahun. Dan penghasilannya bergantung pada banyaknya peziarah di gua Maria Jatiningsih. Pernah dalam sehari ia hanya mendapatkan 2000 rupiah bahkan pernah tak satupun dagangannya yang laku.

Begitu pula dengan teman-teman yang ditempatkan di tempat pengrajin bambu dan pengrajin tikar. Mereka merasa prihatin karena hasil dari pengrajin bambu tersebut hanya dihargai 20.000 rupiah per kodi. Dan satu tikar harganya tak sampai 10000 rupiah. Padahal untuk membuat itu semua dibutuhkan waktu yang lama dan kesabaran yang tinggi.

Lewat weekend ansos kali ini, banyak nilai-nilai kehidupan yang kami dapatkan. Kami di ajarkan bagaimana kerja keras, berusaha, pantang menyerah dan berani menghadapi tantangan. Lewat weekend ansos ini juga kami belajar untuk selalu bersyukur atas semua berkat Tuhan dan menghargai setiap kehidupan.

With money you can buy a doctor not good health...
With money you can buy a position not respect...
With money you can buy blood not life...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar